Translate

Jumat, 27 Januari 2012

Passion?

Kalo kita ngomongin yang namanya Passion kadang suka males. Satu kata itu memang ibarat terror yang suka menghantui diri kita, karena memang pada dasarnya kata itulah yang menggambarkan identitas diri kita, yang membuat kita nyaman menjalani hidup kita, dan bahkan bisa jadi tolak ukur kesuksesan kita. Selain terror, kata ini juga mirip suatu kondisi di mana kita ditembak 1000 cowok dengan fitur keunggulan yang berbeda satu sama lain, kenapa gitu? Bayangin aja deh, waktu kita remaja, pastinya momentum mencari jati diri itu tidak bisa dihindari. Selama momentum itu juga kita suka cobain banyak hal baru, bahkan ada yang dibela-belain gonta-ganti pacar (ups, itu dibela-belain nggak sih? hehe) dan saking banyaknya juga, kita suka bingung dan galau buat mutusin mana yang paling enjoy kita lakukan.

That's life, guys! Hidup selalu banyak pilihan. Pilihan kadang nggak cuma satu atau dua, banyak banget, bahkan mereka berlomba buat cari perhatian ke kita, biar kita milih mereka sebagai passion kita. Nah lo? Jadi males kan ngebahas passion? Karena aku juga ngalami yang namanya masa-masa pencarian jati diri dan peresmian passion (kayaknya sampe sekarang belum resmi deh, hehe), jadinya Putri mau sharing sedikit nih tentang perjalanan mencari passion.

Layaknya remaja normal lain, aku juga sering coba ini-itu, dari yang wajar, sampe kurang wajar (Alhamdulillah, belum sampe kadar tidak wajar). Pencarian-pencarian itu pun semakin gencar waktu jaman SMA. Sejak awal, aku udah ngerencanain kalau selama sekolah pingin ikut organisasi, dan "Yes!" berhasil lah diriku masuk ke jajaran kabinet kepengurusan OSIS. Jujur, aku enjoy banget selama ada di sana. Gimana enggak? Selain banyak pengalaman, deket sama guru, dan banyak temen, di sini juga sering dapet pelampiasan guru-guru yang ingin bersoodaqoh, hahaha. Jadi gini, karena anak-anak OSIS sering jadi event organizer di sekolah, jadi guru-guru tuh sering banget ngerasa iba lihat kita sibuk. Akhirnya santunan berupa minum, jajanan, bahkan nasi bungkus pun datang.

Selain ikut organisasi, pasti kita juga suka ikut berbagai ekskul kan? Nah, ekskul yang kita pilih juga yang bener-bener klop sama jiwa kita kan? Ternyata, nggak banyak dari populasi anak SMA di suatu sekolah yang begitu setia sama pilihan awal ekskul mereka. Banyak di antara mereka yang sering gonta-ganti ekskul. Misalnya, di tahun pertama semangat banget ikut ekskul Teater, eh tau-tau di tahun ke-dua berpindahlah ke lain hati, jadi ikut Basket. Karena suka sakit-sakitan, akhirnya tahun ke-tiga menemukan kembali tambatan hati baru, Jurnalistik. Kita nggak bisa sepenuhnya nyalahin gaya mereka yang seperti ini, karena memang pada kenyataannya mereka belum menemukan jati diri.

Semakin banyak kita berkegiatan, tentunya semakin banyak pula referensi jati diri yang kita dapat. Aku juga gitu, ikut berbagai kompetisi mulai dari lomba ilmiah bareng anak-anak SMA lain yang berlensa kacamata tebal sampe lomba jadi penyiar radio yang sama sekali nggak ada hubungannya sama teori-teori eksakta ala anak jurusan IPA, semua aku pernah rasain. Bahkan nggak kepikir deh yang namanya kalah-menang, karena aku lebih mendewakan "jam terbang".Jam terbang inilah yang jadi bahan bakar rasa percaya diri kita.

Teori yang mengatakan "SMA adalah masa-masa yang paling indah", telah dianggap valid oleh banyak orang di dunia ini. Mereka mendapatkan banyak kebahagiaan di masa-masa ini. Kenal dengan teman-teman yang selalu bikin hidup mereka seru dan berwarna hingga ketertarikan dengan lawan jenis yang berujung pada cinta jaman SMA adalah alasan utamanya. Tapi inget, ABG yang ideal adalah yang bebas bersyarat, mereka bebas melakukan hal-hal positif yang mereka suka demi penemuan jati diri, tapi mereka juga harus ngerti norma agama dan sosial.

Oke, balik lagi. Ternyata eh ternyata, "teman" juga bisa jadi sarana pencarian jati diri. Punya "gang" adalah cara yang lazim digunakan oleh remaja-remaja di negeri ini. Mereka ternyata merasa nyaman dengan gaya bergaul yang seperti ini, alasan terbesarnya adalah karena mereka punya jiwa, hobi, nasib, hingga orientasi hidup yang sama, ada juga yang suka karena teman-teman satu gang mereka enak buat diajak curhat dan solutif. Semakin dia nyaman dengan kelompok pertemanan mereka, semakin mereka tahu tentang jati diri mereka. Tapi, fenomena gang ini bukan nilai mutlak. Pertemanan yang lebih heterogen malah akan memberikan dampak yang lebih baik. sederhananya, kalau kita berteman akrab dengan siapapun, itu berarti kita dapat bonus, yaitu kemampuan sosialisasi yang baik. Yang namanya gang juga bisa menimbulkan kesan nggak baik di lingkungan kita. Maklumlah beberapa gang di negeri ini ada yang salah gaul, salah arahan gitu deh kaya'nya. Ada yang suka keroyokan, balapan liar nggak jelas (kelihatan banget kalo nggak mampu sewa sirkuit, hehe), sampe penganiayaan. Idiiih, yang begini ini yang "nggak banget". So, kenali betul teman-teman kalian, pegang terus iman kalian, jangan sampe terjerumus ke hal-hal yang nilai manfaatnya 0% dan mudharatnya 100%.

Dalam hal ini, kegiatan sharing ke orang tua juga nggak boleh dilupain. Mereka wajib tahu doong perkembangan anak-anaknya? Mereka juga punya banyak pengalaman yang mungkin mirip dengan apa yang kita rasakan. Karena terkadang "Buah jatuh tak jauh dari pohonnya", apa yang menjadi passion kita sekarang, bisa jadi sama dengan passion orang tua kita.
Well, setelah panjang lebar berceloteh riang tentang passion, akhirnya Putri rela untuk menyudahi bahasan yang satu ini. Passion itu nggak cukup cuma ditemukan, tapi juga harus dikembangkan. Passion itu adalah hal yang paling enjoy untuk dilakukan dan memberikan peluang besar buat diri kita untuk maju dan berprestasi. Enjoy your seeking! Be Possitive! :D