Translate

Kamis, 11 Desember 2014

Be Grateful. Always.

Waktu berjalan begitu cepat. Rasa-rasanya baru saja kemarin, padahal sudah bertahun-tahun yang lalu. Rasa-rasanya baru beberapa jam yang lalu, padahal sudah kemarin, begitu seterusnya. Entah mengapa, akhir-akhir ini aku diberi kesempatan untuk belajar banyak dari orang-orang di sekeliling. Belajar apa? Belajar mengenai apa yang mungkin tidak dapat aku jumpai dalam buku, jurnal, dan literatur kuliahku. Ya, ini tentang makna kebahagiaan hidup. Ada yang memandang hidup bahagia ketika dicukupkan semua kebutuhan, bahkan dilebihkan. Ada yang merasa bahagia dengan orang-orang di sekeliling yang begitu sayang padanya. Ada yang merasa hidupnya bahagia ketika sudah sampai pada suatu kedudukan, dan masih banyak lagi alasan bahagia lainnya. Secara personal, saya lebih memaknai kebahagiaan hidup sebagai rasa syukur, syukur atas segala sesuatu yang telah aku dapat hingga saat ini. Akhir-akhir ini aku memang ditakdirkan untuk bertemu orang-orang dengan beragam cerita. Seseorang yang aku kenal ceria, ternyata juga menyimpan kesedihan dalam hatinya. Seseorang dengan rezeki yang berlebih, ternyata juga kurang mendapat kasih sayang dari orang sekelilingnya. Seseorang yang terlihat santai dan selalu percaya diri, ternyata menyimpan kekhawatiran yang besar akan masa depannya. Seorang dari keluarga terpandang dengan penyakit yang menggerogoti tubuhnya. Aku jadi menyadari bahwa hidup manusia tidak pernah sempurna. Yang aku percaya, bahwa manusia bisa sanggup berdiri kuat karena rasa syukur atas semua yang dimiliki, yang diberikan Tuhan padanya. Rasa syukurlah yang bisa mentransformasi kesedihan menjadi kebahagiaan, kekurangan menjadi kecukupan, dan kekhawatiran menjadi rasa optimis. Bersyukurlah karena setiap potongan kecil hidup kita ternyata jauh lebih indah daripada orang lain. Bersyukurlah karena Tuhan menaruh kepedulian yang luar biasa besar pada kita, menguji kita dengan hal-hal yang sebenarnya kita tidak suka, untuk menempa kita. Aku yakin, Tuhan ingin hamba-Nya tangguh, siap dalam kondisi apapun, malu mengeluh, tidak serakah, tidak sombong, kerja keras, dan selalu meminta perlindungan pada-Nya. Hingga aku menyadari bahwa fase kehidupan sebelum hari ini adalah bukan kebetulan, semua skenario Tuhan. Sakit memang ketika sudah memimpikan hal yang terlihat baik, mengusahakan yang terbaik untuknya, membayangkan diri berada dalam mimpi itu, dan pada akhirnya tidak seperti yang diharapkan.  Tapi apakah dengan bersakit-sakit, bersedih-sedih, menyalahkan diri sendiri, akan membuat impian yang tadinya gagal menjadi terwujud? Tidak, itu semua akan membuatmu terlihat rapuh. Cobalah merenung sejenak, mengingat setiap titik yang membuat kita gagal dalam sesuatu. Itu semua ilmu. Bisa jadi itu ilmu luar biasa yang sengaja Tuhan berikan kepada orang-orang yang sudah siap menerimanya, kepada orang-orang yang Tuhan anggap mampu melaluinya, orang-orang itu kita. Belajar untuk bersyukur atas kenikmatan, pun juga atas cobaan. Ketika banyak hal berjalan tidak sesuai harapan, percayalah, Tuhan sedang menyiapkan hal yang lebih indah untuk kita dapatkan. Bukankah Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang? Tuhan pasti tau kapan indah itu seharusnya datang. Syukuri hidup ini agar selalu bahagia. 

Senin, 03 Februari 2014

Mau Denger Aku Nyanyi?

Helloooooo, rasanya udah lama banget nggak nge-post di blog ini, udah setahun ternyata. Maaf, kali ini bener-bener lagi sok sibuk. :p

Musik itu bahasa universal, iya nggak? Denger-denger sih gitu.  Banyak yang suka denger dan main musik juga kenyataannya. Kamu gimana?

Pada awalnya, aku suka banget nyanyi-nyanyi lagu favorit di rumah, iya, di setiap sudut rumah. Pada paham semua kan, kalo kamar mandi adalah salah satu spot favorit yang serasa mirip studio rekaman para penyanyi? Aku sependapat. Ternyata, hobi bernyanyiku membawa bencana untuk orang-orang. Mereka pada nggak nyaman gitu kalo denger aku nyanyi (katanya sih), kupingnya sakit lah, tiba-tiba hipertensi lah, mual-mual lah, dan semacamnya.

Waktu SMA aku pernah didapuk buat nyanyiin lagu pengiring tari saman di sekolah. Waktu itu ada acara eksibisi karya siswa kecil-kecilan, internal sekolah aja. Didapuk pun bukan karena mereka tau kalo suaraku memang emas, tapi emang karena nggak ada yang mau, nggak ada yang pede, cuma aku yang sok-sok sanggup. Bernyanyilah aku, berasa tenang dan damai dengan teks lagu bahasa Aceh di tangan. Tanpa aku sadari, yang nari saman pada bingung, nggak sama gerakannya, kebayang nggak tari saman kalo nggak kompak gimana? Iya, nggak enak banget dilihat, keliatannya kayak para penari saling toyor-menoyor kanan-kiri. Tuh kan, suaraku bener-bener emas, yaaaa meski emas sepuhan yang kalo dipake lama-lama jadinya item. Itu semua bisa terjadi karena aku lebih asyik ngeliatin teks lagu daripada ngedengerin musik pengiringnya, salah tempo akibatnya. Untungnya temen-temen sekelas yang juga jadi penari saman waktu itu nggak marah, mereka ikhlas dan tulus menerima kekuranganku.

Kasus yang ke-dua, waktu ngerjain tugas. Ceritanya aku dapet tugas dari dosen untuk membuat media pembelajaran yang sesuai dengan salah satu jenis kecerdasan manusia. Waktu aku inget tugas itu, taunya udah mepet deadline. Kalo mau gambar-menggambar atau bikin mind mapping, aku udah lama nggak punya pensil warna, crayon, dsb, itu juga makan banyak waktu. Akhirnya aku pilih buat media pembelajaran untuk kecerdasan musikal yang kira-kira nggak makan waktu banyak, iya berarti aku bakal nyanyi dan bikin lagunya. Tiba-tiba rentetan pertanyaan muncul.

Pertanyaan 1: Lagu apa yang cucok buat matematika yak?
Pertanyaan 2: Terus aku yang harus nyanyi atau minta tolong orang lain buat nyanyi? Tapi siapa?
Pertanyaan 3: Ngerekamnya pake apa yang ngejamin hasilnya bagus dan suara-suara lain nggak ikut kerekam?
Pertanyaan 4: Aplikasi apa yang bisa ngubah suara nggak enak jadi enak? Soundcloud bisa ga sih?

Dan, keputusannya adalah....
Aku nyoba buat ngerekam suara sendiri (lagi), lagunya JKT 48 yang judulnya Heavy Rotation tapi liriknya diubah pake kata-kata yang matematika banget, gitu-lah pokoknya, pake handphone ngerekamnya. Usaha itu pun nggak berjalan mulus, beberapa kali harus take (dalam jumlah yang nggak wajar gitu). Yah, sama aja kalo gini makan waktu banyak.  

Take yang berkali-kali itu akhirnya menuai protes dari ibuku. Ibu bilang, "Kamu ngapain dari tadi nyanyi diulang-ulang terus? Jangan sakit hati juga, agak gimana gitu, kurang enak.". Yak, suara itu kerekam. Yaaaa salahku juga ngapain nyanyi-nyanyi di atas jam 9 malem, diulang-ulang pula.
Akhirnya, biar nggak ngeganggu orang lain, aku mutusin buat nyanyi di dalem lemari dengan maksud biar kedap suara, dan kece suaranya. Tapi.... gagal, nggak seenak orang-orang nyanyinya. Terus, apa aku maksa buat ngumpulin tugas nyanyi yang nggak banget suaranya itu ke dosen? Ya, terpaksa, dari pada nggak dapet nilai? Bukan berarti aku lebih mentingin dapet nilai terus ngebiarin orang lain termasuk dosenku menderita, enggak. Hasil rekaman suaraku nggak mengerikan seperti yang dibayangkan kok, masih bisa didengerin meskipun komentarnya nggak bagus, hehe. Lumayan.

Itu beberapa hal yang aku inget tentang akibat suara emasku. Mungkin ada yang kesempil dan akhirnya lupa buat di share, atau mungkin akan ada lagi tambahan-tamabahannya lagi. Gimana, masih pengen denger aku nyanyi? :)